Jumat, 27 Juli 2012

Perkembangan Tari Jaipong



Ilustrasi tari jaipong [klik untuk memperbesar]
Indonesia begitu kaya dengan beragam budaya. Setiap daerah mempunyai kesenian yang menambah daftar kekayaan budaya Indonesia. Selain tari Pendet dari Bali dan tari Piring dari Padang yang cukup atraktif, ada juga juga tari Jaipong. Tari Jaipong atau Jaipongan adalah seni tari yang tercipta dari kreativitas seorang seniman Bandung, Gugum Gumbira.
Ternyata Jaipongan ini berasal dari berbagai gerak tari yang dimodifikasi lagi. Gugum Gumbira, tokoh Jaipongan ini terinspirasi oleh kesenian rakyat, salah satunya adalah Ketuk Tilu. Hal inilah yang membuatnya mengenal dan mengetahui perbendaharaan pola-pola gerak tari tradisi yang ada pada Kliningan/Bajidoran atau Ketuk Tilu. 
Beberapa gerak seperti bukaan, pencungan, nabakeun, dan ragam gerak mincid dari beberapa kesenian tersebut, cukup menginspisari untuk mengembangkan tari atau kesenian yang sekarang poluler dengan nama Jaipongan. Gerakan pinggul, tangan, mata, dan kaki yang lincah, membuat Jaipongan begitu atraktif. Hampir disetiap kesempatan terutama festival yang melibatkan kesenian rakyat dari Bandung atau daerah lain yang ada di Jawa Barat, Jaipongan selalu diajak untuk memeriahkan suasana. Tarian satu ini memang mampu membuat udara panas menjadi hangat karena hadirin bisa merasa bahagia dan terhibur oleh gerak dan langkah para penari yang seolah tak kenal lelah.
Sejarah Tari Jaipong
Sebelum Jaipongan ini muncul, terdapat beberapa pengaruh yang melatarbelakangi bentuk tari pergaulan ini. Contohnya, tari pergaulan adalah pengaruh dari Ball Room yang biasanya dalam pertunjukan tari-tari ini identik dengan ronggeng dan pamogoran. 
Dalam tari pergaulan, ronggeng tidak lagi digunakan untuk kegiatan upacara, tetapi berfungsi sebagai hiburan dan acara pergaulan. Ronggeng dalam seni pertunjukan dianggap mempunyai daya tarik sehingga mengundang simpati kaum pamogoran, seperti pada tari Ketuk Tilu. Tarian ini sangat populer di kalangan masyarakat Sunda, tepatnya pada 1916. 
Tari Ketuk Tilu adalah seni pertunjukan rakyat yang hanya didukung oleh alat-alat sederhana, seperti waditra yang mencakup rebab, kendang, dua buah kulanter, tiga buah ketuk, dan gong. Selain itu, gerak tariannya tidak mempunyai pola gerak yang baku dan kostum penarinya juga sederhana (mencerminkan kerakyatan). 
Bersamaan dengan pudarnya tari Ketuk Tilu, mantan pamogoran (penonton yang berperan aktif dalam seni pertunjukan Ketuk Tilu/Doger/Tayub) beralih perhatiannya kepada seni pertunjukan Kliningan. Di daerah Pantai Utara Jawa Barat (Karawang, Bekasi, Purwakarta, Indramayu, dan Subang) lebih dikenal dengan nama Kliningan Bajidoran yang peristiwa pertunjukan dan pola tariannya hampir sama dengan kesenian sebelumnya, yaitu Ketuk Tilu. 
Di Karawang, beberapa pola gerak pertunjukan bajidoran diambil dari tari Topeng Banjet yang cukup digemari di daerah itu. Tarian ini juga masih memperlihatkan pola-pola tradisi (Ketuk Tilu) jika dilihat dari unsur koreografis. Gerakannya masih mengandung unsur bukaan, pencungan, nibakeun, dan lain-lain. Gerakan-gerakan inilah yang pada akhirnya menjadi cikal bakal penciptaan tari Jaipongan. 
Tari Jaipongan yang diciptakan oleh Gugum Gumbira ini awalnya diberi nama Ketuk Tilu karena tari ini adalah hasil pengembangan dari Ketuk Tilu. Karya pertamanya ini masih begitu kental dengan warna ibing Ketuk Tilu (segi koreografi dan iringannya). Kemudian, tari ini menjadi terkenal dengan sebutan Jaipongan.
Tarian Jaipong ini akan terlihat lebih menawan ketika dibawakan oleh beberapa penari. Gerakan yang sama dalam tempo yang cepat membuat mata yang memandang tak berkedip. Apalagi yang mempunyai pikiran kotor, gerak pinggul penari Jaipong adalah satu gerak yang menjadi pusat perhatian. Hal inilah yang terkadang memberikan kontoversi terhadap salah satu kesenian daerah satu ini. Memang sulit untuk mengendalikan pikiran penonton ketika melihat penari Jaipong yang sedang beraksi.
Perkembangan Tari Jaipong
Daun Pulus Keser Bojong dan Rendeng Bojong adalah karya Jaipongan pertama yang mulai dikenal luas masyarakat. Kedua jenis tari ini termasuk dalam tari putri dan tari berpasangan (putra dan putri). Dari tarian inilah lahir penari Jaipong yang hebat, seperti Tati Saleh, Yeti Mamat, Eli Somali, dan Pepen Dedi Kurniadi. 
Keberadaan Jaipongan memberi pengaruh yang besar terhadap para seniman tari untuk lebih giat lagi menggali jenis tarian takyat lainnya. Selain itu, dampak lainnya adalah banyaknya para pencinta seni tari yang menyelenggarakan kursus-kursus tari Jaipongan. 
Pada 1980-1990-an, Gugum Gumbira menciptakan beberapa tarian baru, seperti Toka-toka, Sonteng, Setra Sari, Pencung, Kuntul Mangut, Iring-iring Daun Puring, Rawayan, dan Tari Kawung Anten. Tarian-tarian ini melahirkan penari-penari Jaipong terkenal, seperti Iceu Effendi, Yumiati Mandiri, Miming Mintarsih, Nani, Erna, Mira Tejaningrum, Ine Dinar, Ega, Nuni, Cepy, Agah, Aa Suryabrata, dan Asep.
Tari Jaipong Sekarang
Tari Jaipong merupakan salah satu identitas kesenian Jawa Barat. Tari ini seringkali dipentaskan saat acara-acara penting, seperti penyambutan tamu dari negara asing yang datang ke Jawa Barat. Jaipongan juga sering diikutsertakan dalam misi-misi kesenian ke luar negeri. Tanggapan masyarakat dunia tentang tarian satu ini juga cukup bagus. Mereka bahkan dengan senang hati ikut menari. Walaupun terlihat mudah hanya tinggal menggoyang-goyangkan pinggul, ternyata menari Jaipong itu tidak semudah kelihatannya.
Gerakan Jaipongan itu sangat dinamis dan energik. Hanya penari yang mempunyai stamina bagus saja yang akan bisa menarikan tarian ini dengan mudah. Bagi yang baru belajar, pasti akan terlihat betapa kakunya pinggang sang penari. Tarian yang mirip dengan tarian dari Betawi ini kadang dianggap sebagai tarian yang terlalu seksi. Goyang pinggul penari yang terlalu panas bisa membuat suasana semakin panas. Tidak mengherankan kalau tarian ini sempat akan dilarang tampil bila penampilan para penari dianggap terlalu seronok.
Tari Jaipong juga banyak dipelajari oleh para artis. Mereka menganggap tari Jaipong itu akan membentuk tubuh menjadi cukup seksi dan tidak harus ke Fitness Center lagi. Di antara artis yang terkenal mampu menarikan tari Jaipong dengan cukup baik adalah Camelia Malik. Walaupun tubuhnya sudha sangat tambun dan usianya sudah tidak muda lagi, gerakan tari Jaipong yang dilakukan oleh sang biduan dangdut ini masih cukup luwes dan enak dipandang.
Untuk kaum muda atau artis muda yang juga mampu menarikan tarian Jaipong dengan luwesnya adalah Denada. Tubuh Denada yang dahulunya cukup berisi, sekarang terlihat langsing dan singset berkat gerakan dalam tarian Jaipong. Tidak dapat dipungkiri bahwa gerakan tari Jaipong memang sangat energik dan mampu menggerakan semua anggota tubuh sehingga lemak di pinggang, perut,  dan paha, akan tergerus dengan cepat.
Keringat akan mengucur dengan deras. Bagi pemula, gerakan tarian dari Jawa Barat ini cukup berat. Dianjurkan untuk tidak terlalu memporsir tenaga. Lakukan dahulu gerakan pemanasan dan gerakan sederhana sebelum sedikit demi sedikit mulai melakukan gerakan yang cukup sulit. Bila telah latihan untuk sekian lama dan dirasa tubuh sudah mulai lentur, barulah melakukan gerakan tarian Jaipong yang lebih rumit dan masuk dalam regu.
Melakukan gerakan bersama-sama membutuhkan kekompakan dan kesamaan gerakan yang serasi. Kalau satu penari Jaipong dianggap tidak mampu mengimbangi penari yang lain, semua gerakan keseluruhan menjadi tidak terlalu sedap dipandang mata.
Anggapan Masyarakat Tentang Tari Jaipong
Bagi masyarakat Jawa Barat, Jaipongan telah menjadi bagian dari budaya mereka. Mereka mencintai budaya ini. Walaupun sekarang tampaknya tidak banyak lagi anak muda yang mempelajari tari Jaipong. Terutama ketika Gubernur Jawa Barat, Ahmad Heriawan, mengungkapkan buah pikirannya tentang tarian yang dipandangnya cukup erotis.
Sebenarnya gerakan Jaipongan ini ada yang tidak terlalu cepat. Kecepatannya memang tergantung pada musik dan keinginan para penonton dan kesanggupan sang penari. Tetapi sepintas memang terlihat sangat menggoda terutama di bagian pinggul dan pantat. Apalagi ketika ada saweran dan yang memberikan saweran boleh ikut menari. Tidak jarang laki-laki yang memberikan saweran itu menyentuh atau mencoba menyentuh tubuh penari Jaipong. Yang lebih parah lagi adalah penonton senang dengan tingkah laku orang yang memberikan saweran yang mencoba menggoda penari. Mereka bersorak ketika terlihat penari yang mencoba menghindar.
Keadaan ini dianggap sudah melenceng dari tujuan diadakannya Jaipongan di satu acara. Tentu saja bagi Gubernur Jawa Barat yang cukup religius tersebut, adalah tanggung jawabnya melindungi rakyatnya dari perbuatan zinah atau perbuatan yang mendekati zinah.
Melihat keadaan tersebut, sebaiknya tari Jaipong dikembalikan kepada tujuan penciptaannya semula. Tidak terlalu vulgar walaupun masih mempertontonkan atraksi yang menarik dan atraktif.

0 komentar:

Posting Komentar

 
Read More : http://fathuraksal.blogspot.com/2012/05/cara-membuat-tombol-next-page-pada-blog.html#ixzz21ndgEojy