1. LAHIRNYA ORDE BARU.
Peristiwa G 30 S membawa bencana pada
pemerintahan Orde Lama, sebab ketidak tegasan pemerintah terhadap para
pemberontak membawa dampak negatif pada pemerintah. Ketidak puasan rakyat makin
meningkat karena ekonomi makin terpuruk, keamanan rakyat juga tidak terjamin.
Akibatnya dengan dipelopori oleh
mahasiswa terjadi berbagai demonstrasi. Untuk lebih mengkoordinasi
demonstrasinya para mahasiswa membentuk KAMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa
Indonesia), sedangkan para pelajar membentuk KAPPI (Kersatuan Aksi Pemuda
Pelajar Indonesia ). Pada 10 Januari 1966 KAMI dan KAPPI menggelar demonstrasi
di depan gedung DPR-GR, dengan tuntutan (TRITURA) :
1.Bubarkan PKI dan ormas-ormasnya.
2. Bersihkan kabinet Dwi Kora dari unsur-unsur PKI.
3. Turunkan harga barang.
Ternyata pemerintah tidak menuruti
tuntutan para demonstran, sebab pemerintah tidak membubarkan kabinet tetapi
hanya mereshufleKabinet Dwi Kora menjadi Kabinet
Dwi Kora Yang Disempurnakan
atau yang lebih dikenal sebagai kabinet seratus menteri.
Pembentukan kabinet ini membuat rakyat semakin tidak puas sebab masih banyak
tokoh yang diduga terlibat peristiwa G 30 S masih dilibatkan dalam kabinet
seratus menteri.
Untuk menggagalkan pelantikan kabinet,
pada 24 Februari 1966 para mahasiswa memblokir jalan yang akan dilalui para
menteri. Karena tindakan mahasiswa itu terjadi bentrokan dengan fihak keamanan,
akibatnya seorang mahasiswa yang bernama ARIEF RAHMAN HAKIM gugur terkena
tembakan pasukan keamanan. Sehari setelah insiden itu, pada 25 Februari 1966
KAMI dibubarkan.
Pembubaran KAMI tidak menyurutkan tekat
para mahasiswa, bahkan mahasiswa membentuk LASKAR ARIEF RAHMAN HAKIM yang
bersama dengan kesatuan aksi lainnya pada 8 – 9 Maret 1966 menggelar aksi
besar-besaran di depan kantor Waperdam I / MENLU, Departemen Pendidikan Dasar
dan Kebudayaan dan Kedutaan Besar CINA, sebab ketiga tempat itu dianggap
sebagai sumber dukungan yang utama terhadap PKI.
Untuk mengatasi krisis politik yang tak
kunjung reda, pada 10 Maret 1966 Presiden Soekarno mengadakan pertemuan dengan
para utusan partai politik. Dalam pertemuan itu presiden meminta agar partai
politik turut mengecam tindakan para demonstran, tetapi ditolak oleh para utusan
partai yang tergabung dalam FRONT PANCASILA, sebab partai politik yang
tergabung dalam front itu juga menuntut pembubaran PKI.
Dalam menyikapi keadaan negara yang
semakin gawat, pada 11 Maret 1966 di Istana Negara diadakan sidang Pleno
Kabinet Dwi Kora Yang Disempurnakan. Para menteri yang akan menghadiri sidang
ini mengalami kesulitan karena mereka dihadang oleh para demonstran. Untuk
menjaga keamanan sidang maka prajurit RPKAD ditugaskan menjaga istana negara
secara kamuflase,
tetapi oleh Ajudan Presiden yaitu Brigjend Sabur pasukan itu dianggap akan
menyerbu istana negara.
Akibatnya bersama dengan Wakil Perdana
Menteri (Waperdam) I Soebandrio dan Waperdam III Chairul Saleh, presiden
mengungsi ke Istana Bogor. Setelah pimpinan sidang diserahkan kepada Waperdam
II Dr. J. Leimena.
Karena situasi negara yang semakin gawat
dan kewibawaan pemerintah yang
semakin merosot, dan didorong oleh rasa tanggung jawab yang tinggi untuk
memulihkan situasi negara maka tiga perwira tinggi Angkatan Darat, yaitu
Mayjend Basuki Rahmat, Brigjen M.Yusuf, dan Brigjen Amir Mahmud berinisiatif
menemui presiden di Istana Bogor setelah sebelumnya meminta ijin kepada Letjen
Soeharto. Pertemuan itu menghasilkan suatu konsep surat perintah kepada MEN /
PANGAD LETJEN SOEHARTO,
untuk atas nama presiden mengambil segala tindakan yang dianggap perlu dalam
rangka memulihkan keamanan dan kewibawaan pemerintah. Surat itulah yang pada
akhirnya dikenal sebagai SUPER SEMAR (Surat Perintah Sebelas Maret).
Berdasar surat perintah itu, Letjen
Soeharto mengambil
beberapa langkah, yaitu:
1. Terhitung
mulai tanggal 12 Maret 1966, PKI dan ormas-ormasnya dibubarkan dan di
nyatakan sebagi partai terlarang. Dan diperkuat dengan
Ketetapan MPRS No IX / MPRS /
1966 yang intinya melarang penyebaran ajaran komunis dan sejenisnya di Indonesia.
2. Mengamankan
15 orang menteri Kabinet Dwi Kora Yang Disempurnakan
yang diduga terlibat dalam peristiwa G 30 S / PKI.
3. Membersihkan MPRS dan lembaga negara yang lain dari unsur-unsur G 30 S / PKI dan menempatkan peranan lembaga-lembaga itu sesuai dengan UUD
1945
Dengan mengacu pada Ketetapan MPRS No. XIII /MPRS/1966, Presiden Soekarno
membubarkan Kabinet Dwikora yang Disempurnakan dan kemudian menyerahkan
wewenang kepada Letjen Soeharto untuk membentuk kabinet AMPERA (Amanat
Penderitaan Rakyat). Tugas pokok kabinet Ampera tertuang dalam Dwidarma Kabinet
Ampera, yang intinya mewujudkan stabilitas politik dan stabilitas ekonomi.
Ternyata Kabinet Ampera belumdapat menjalankan fungsinya dengan baik karena
terganjal persoalan “DUALISME KEPEMIMPINAN NASIONAL”, yaitu Presiden Soekarno
selaku pemimpin negara / pemerintahan dan Letjen Soeharto selaku pelaksana
pemerintahan.
Konflik itu berakhir setelah timbul
tekanan dan desakan agar presiden Soekarno segera mengundurkan diri dari
jabatannya. Oleh karena itu MPRS mengeluarkan Ketetapan No. XXXIII/MPRS/ 1967
tentang pencabutan kekuasaan pemerintahan negara dari Presiden Soekarno dan
mengangkat Jendral Soeharto sebagai Pejabat Presiden hingga dipilihnya Presiden
oleh MPR hasil pemilu. Akhirnya pada sidang umum MPRS V tanggal 21 – 30 Maret
1967 Jendral Soeharto diangkat sebagai Presiden RI untuk masa jabatan 1968 –
1973.
2. POLITIK
LUAR NEGERI SEMASA ORDE BARU
A. Kembali
menjadi Anggota PBB.
Pada 28 September 1950, Indonesia tercatat sebagai
anggota PBB dengan nomor urut 60. Banyak sekali manfaat yang diperoleh ketika
Indonesia menjadi anggota PBB, baik semasa perang kemerdekaan, penyeleseian
sengketa Irian Barat maupun bantuan dari lembaga-lembaga khusus PBB seperti
UNESCO, WHO, IMF, IBRD dan sebagainya. Namun hubungan yang harmonis itu terganggu ketika
Indonesia pada 7 Januari 1965 keluar dari PBB. Akibatnya Indonesia terkucil
dari pergaulan internasional, kenyamanan dan kebersamaan hidup dengan bangsa
lain tidak dirasakan lagi, yang lebih parah pembangunan negara menjadi
terhambat imbasnya muncul kesengsaraan rakyat.
Tindakan Indonesia untuk kembali menjadi anggota PBB,
berawal dari desakan Komisi C DPR-GR. Pada 3 Juni 1966, panitia musyawarah
DPR-GR membahas usulan Komisi C tersebut. Akhirnya disepakati Indonesia harus
kembali menjadi anggota PBB dan badan organisasi yang bernaung dibawahnya dalam
rangka menjawab kepentingan nasional yang semakin mendesak
Akhirnya pada 28 Desember 1966, Indonesia kembali menjadi
anggota PBB. Tindakan itu mendapat sambutan baik dari anggota PBB yang lain,
dengan bukti terpilihnya ADAM MALIK sebagai Ketua Majelis Umum PBB untuk masa
sidang tahun 1974.
B. Menghentikan
Konfrontasi Dengan Malaysia.
Konfrontasi
dengan Malaysia, dianggap sebagi tindakan yang kuarang sesuai dengan politik
luar negri yang Bebas dan Aktif, tindakan ini sangat merugikan kedua belah
fihak sebab hubungan sebagai negara tetangga terputus.
Upaya
m erintis
normalisasi hubungandimulai dengan diselenggarakannya perundingan
Bangkok
pada 29 Mei – 1 Juni 1966. Delegasi Indonesia dipimpin oleh Menteri Luar Negri
Adam Malik, delegasi Malaysia dipimpin oleh Perdana Menteri Tun Abdul Razak.
Pertemuan ini menghasilkan tiga hal pokok, yaitu :
1. Rakyat
Sabah dan Serawak, diberi kesempatan menegaskan kembali keputusan
yang telah
mereka ambil mengenai kedudukannya dalam Federasi Malaysia.
2. Indonesia
– Malaysia menyetujui pemulihan hubungan diplomatik.
3. Tindakan-tindakan
permusuhan harus dihentikan.
Peresmian normalisasi hubungan diplomatik Indonesia –
Malaysia di tandatangani di Jakarta, pada 11 Agustus 1966 dengan
ditandatanganinya perundingan Bangkok oleh
Menlu Adam Malik dan Perdana Menteri Malaysia Tun Abdul
Razak.
Menlu RI Adam Malik dan Menlu Malaysia Tun abdul Razaq
menandatangani normalisasi hubungan RI-Malaysia
Sumber : 30 Th Indonesia Merdeka
|
3. KEHIDUPAN POLITIK SEMASA PEMERINTAHAN
ORDE BARU
A. Pemilu
dan Pemerintahan.
Pemerintah Orde Baru berkehendak menyusun sistem
ketatanegaraan berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Pemerintah Orde Baru
bertekat menegakkan demokrasi Pancasila. Salah satu wujud demokrasi adalah
Pemilu. Melalui pemilu rakyat diharapkan dapat merasakan hak demokrasinya,
yaitu memilih atau dipilih sebagi wakil-wakil yang di percaya untuk duduk dalam
lembaga permusyawaratan/perwakilan. Wakil-wakil itu senantiasa harus membawa
suara hati nurani rakyat yang telah memilihnya agar keinginan mereka terpenuhi.
( Semula
asas pemilu di Indonesia adalah LUBER artinya LANGSUNG,UMUM, BEBAS DAN RAHASIA. Tetapi semasa Reformasi asas pemilu
ditambah dengan istilah JURDIL artinya JUJUR dan ADIL ).
Secara berturut-turut, pemilu yang telah
diselenggarakan di Indonesia semasa Orde Baru adalah :
1. 3 JULI
1971, dengan diikuti oleh 10 kontestan yaitu : GOLKAR mendapat 236 kursi,
NU mendapat 58 kursi, PARMUSI mendapat 24 kursi, PNI
mendapat 20 kursi, PSII mendapat 10 kursi, PARKINDO (Partai Kristen Indonesia)
mendapat 7 kursi, PARTAI KATOLIK mendapat 3 kursi, PERTI mendapat 2 kursi,
sedangkan Partai MURBA dan IPKIA TIDAK MEMPEROLEH KURSI.
2. 2 MEI
1977, diikuti oleh tiga partai sebab partai yang programnya sama
digabung
Menjadi satu partai. Partai tersebut adalah : GOLKAR
MENDAPAT 232 KURSI, Partai Persatuan Pembangunan (PPP) fusi dari NU, PSII,
PARMUSI dan PERTI mendapat 99 kursi dan Partai Demokrasi Indonesia (PDI) fusi
dari PNI, PARKINDO, PARTAI KATOLIK, MURBA dan IPKI mendapat 29
kursi.
3. 4 MEI
1982, PPP mendapat 94 kursi, GOLKAR mendapat 246 kursi, PDI mendapat
24 kuirsi.
4. 23 APRIL 1987, PPP mendapat 61 kursi,
GOLKAR mendapat 292 kursi, PDI mendapat 40 kursi.
5 9 JULI
1992, PPP mendapat 62 kursi, Golkar mendapat 281 kursi, PDI mendapat 57.
6 9 MEI
1997, PPP mendapat 89 kursi, Golkar mendapat 325 kursi, PDI mendapat 11.
B. RUNTUHNYA
PEMERINTAHAN ORDE BARU (PERISTIWA REFORMASI).
Gb :
Demonstrasi mahasiswa menduduki Gedung MPR
Pemerintahan Orde Baru memang dapat membawa bangsa
Indonesia kearah yang lebih baik, tetapi sayang semua itu di bangun di atas
pondasi yang keropos yaitu hutang luar negri. Selama pemerintahan Orde Baru,
rakyat terpedaya dengan gambaran fisik yang menampakkan seolah-olah bangsa
Indonesia berhasil dalam pembangunan nasional.
Keroposnya perekonomian semakin diperparah dengan
tindakan para konglomerat yang menyalah gunakan posisi mereka sebagai aktor pembangunan
ekonomi. Mereka banyak mengeruk utang tanpa ada kontrol dari pemerintah dan
masyarakat. Semua ini dapat terjadi karena adanya KOLUSI, KORUPSI dan
NEPOTISME (KKN) yang luar
biasa.
Semua kemajuan yang ada di Indonesia akhirnya menjadi
titik balik pada tahun 1997, hal ini bermula dari adanya krisis moneter yang
berkembang menjadi krisis ekonomi dan mempengaruhi segala sendi kehidupan
masyarakat. Tatanan ekonomi rusak, pengangguran meningkat dan kemiskinan meraja
lela. Dampak dari krisis adalah makin pudarnya kepercayaan rakyat kepada
pemerintah Orde Baru.
Dalam kondisi seperti itu muncullah gerakan REFORMASI
yang berawal dari rasa keprihatinan moral yang mendalam atas berbagai krisis yang
terjadi. Gerakan reformasi dipelopori oleh para mahasiswa dan cendekiawan serta
didukung oleh masyarakat luas yang sadar akan arti perubahan.
Gb : Saat Pengunduran Diri Presiden Soeharto, 21 Mei
1998 didampingi oleh Wapres Prof BJ Habibie (menggantikan beliau sbg Pres. Ri
ke 3)
|
Kronologi Lahirnya Reformasi
1. Keberanian Amin Rais membongkar
kebobrokan sistem pengelolaan PT Freeport
2. Peristiwa 27 Juli 1996 (KUDATULI) yaitu
penyerbuan kantor PDI yang ditempati Megawati oleh PDI
pro-Suryadi
3. Terpilihnya
kembali Bpk Soeharto sebagai presiden pada bulan Maret
1998
4. Terjadinya
demonstrasi besar-besaran mahasiswa di Tri Sakti pada 12 Mei 1998
5. Terjadinya Kerusuhan di Jakarta pada 13
dan 14 Mei 1998 yang berakibat makin Terpuruknya perekonomian Indonesia.
6. Didudukinya
gedung DPR / MPR oleh para mahasiswa pada 19 Mei 1998
7. Pada 20
Mei 1998 Presiden Soeharto memanggil para tokoh nasional, guna membentuk
kabinet reformasi tetapi ditolak
8. Presiden Soeharto meletakkan jabatannya pada 21 Mei 1998 di Istana Negara
dan digantikan oleh B.J Habiebie
0 komentar:
Posting Komentar